Biografi Imam
Malik
Nama lengkap
beliau adalah Imam Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir al-asybahi
al-‘araby al-Yamaniyah, lahir di Madinah pada tahun 93 H (712 M). Ayahnya
berasal dari kabilah Dzi Ashbah yang ada di Yaman, dan ibunya bernama ‘Aliyah
binti syuraik dari kabilah Azdi. Kakek imam Malik datang berhijrah ke negeri
Madinah setelah Rasulullah wafat, beliau merupakan seorang pembesar tabi’in,
banyak meriwayatkan hadis dari sahabat, seperti Umar bin Khattab, Utsman bin
Affan, Thalhah bin ‘Ubaidillah, dan ‘Aisyah. Imam malik tidak pernah
meninggalkan kota Madinah, kecuali untuk menunaikan ibadah haji sampai beliau
wafat pada tanggal 14 Rabi’ul Awal tahun 179 H dalam usia 87 tahun.
Guru-guru Imam
Malik
Imam malik
mendapatkan ilmu fiqh dan sunnah dari para gurunya, diantaranya Abdurrahman bin
Hurzum, Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-zuhry, Abu Az-zanad, Abdullah bin
Dzakwan, Yahya bin Sa’id, dan Rabi’ah bin Abdirrahman.
Murid-murid
Imam Malik
Banyak murid
Imam Malik yang menjadi ulama terkenal pada masa sesudahnya. Berikut ini
adalah murid-muridnya yang menjadi fuqaha dan ahli hadis,
Yang berasal
dari Mesir antara lain: Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim Al-Quraisyi,
Abu Abdillah bin Qosim Al-A’taqi, Asyhab bin Abdul Aziz Al-Qoisy Al-A’miry
Al-ja’dy, Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam bin A’yun bin Al-Laits, Ashbah
bin Alfaraj Al-Amawi, Muhammad bin Abdul Hakam, Muhammad bin Ibrahim bin Ziyad
Al-Iskandari Al-Ma’ruf bin ibni Mawaz.
Yang berasal
dari afrika dan Andalusia (spanyol) antara lain: Abu Abdillah Ziyad bin
Abdurrahman Al-Qurthubi Al-Ma’ruf bisyabtun, I’sa bin Dinar Al-Andalusi,
Yahya bin Yahya bin Katsir Al-Laitsi, Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman
As-Salami.
Metode Istinbath
Imam Malik
Dalam
menentukan hukum suatu masalah, seorang imam tentunya punya metode tersendiri
ketika nash Al-Qur’an dan As-Sunnah didapati tentang masalah tersebut. Begitu
pula Imam Malik, sikap kehati-hatian dan ketelitian yang dimilikinya tentu tak
lepas dari metode yang beliau tempuh dalam menggali dan menentukan hukum dari
sebuah persoalan. Beberapa sumber hukum yang digunakan oleh Imam Malik adalah
sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
2. As-Sunnah
Pemahaman Imam
Malik terhadap As-Sunnah sama halnya ketika dia memahami Al-Qur’an, yakni jika
dalil syara’ menghendaki penakwilan maka arti ta’wil yang dijadikan pegangan,
jika dhahir Al-Qur’an bertentangan dengan makna Al-Hadis maka dipilih makna
dhahir Al-Qur’an. Akan tetapi, jika makna yang terkandung dalam As-Sunnah
dikuatkan ijma’ ahli Madinah maka diutamakan as-Sunnah dari pada Al-Qur’an ,
baik mutawatir, masyhur, maupun hadis ahad.
3. Ijma’ Ahlu
Al-Madinah
Imam Malik
menggunakan ijma’ ahlu al-madinah sebagai salah satu sumber hukum, hal ini
karena menurut Imam Malik merupakan kesepakatan masyarakat madinah yang yang
berasal dari naql, yakni mencontoh Rasululloh dan bukan merupakan hasil ijtihad
mereka sendiri.
4. Fatwa
Sahabat
Imam Malik
mengambil fatwa sahabat, karena fatwa sahabat merupakan perwujudan hadis yang
harus diamalkan jika memang benar periwayatannya, terutama dari para khulafa’
ar-rasyidin jika memang tidak ada nash dalam masalah tersebut. Bahkan madzhab
ini lebih mengutamakan fatwa sahabat dari pada qiyas dengan alasan yang telah
disebutkan.
5. Qiyas,
Al-mashlahah Al-mursalah, dan Istihsan
Imam Malik
menggunakan qiyas dengan maknanya menurut istilah, yaitu menggabungkan hukum
satu masalah yang tidak ada nash-nya dengan masalah yang sudah ada nash-nya
karena ada persamaan dalam aspek illat-nya. Beliau juga mengamalkan istihsan,
yaitu menguatkan hukum satu kemaslahatan yang merupakan cabang dari sebuah
qiyas, dan tentunya ia juga mencakup al-maslahah al-mursalah yang merupakan
kemaslahatan yang tidak ada dalil yang menolak atau membenarkannya, dengan
syarat mengambilnya demi menghilangkan kesusahan dan termasuk jenis
kemaslahatan yang memang oleh syariat islam.
6. Sadd
adz-dzara’i
Maksud dari
sadd adz-dzara’i adalah sesuatu yang mengakibatkan terjadinya perbuatan haram
adalah haram, dan yang dapat membawa kepada yang halal maka hukumnya halal
sesuai dengan ukurannya. Dan setiap yang dapat membawa kerusakan maka haram
hukumnya.
7. Istishab
Istishab adalah
tetapnya suatu ketentuan hukum untuk masa sekarang atau yang akan datang
berdasarakan atas ketentuan hukum yamg sudah berlaku dan sudah diyakini adanya,
kemudian datang datang keraguan atas hilangnya sesuatu yang telah diyakini
adanya tersebut, maka hukumnya tetap seperti hukum yang pertama yaitu tetap
ada.
8. Syar’u man
Qoblana
Adalah suatu
hukum yang berlaku untuk umat sebelum kita melalui para rasul, dan hukum
tersebut dijelaskan pula dalam Al-Qur’an atau As-Sunnah, maka hukum tersebut berlaku
pula untuk kita.
9. ‘Urf
‘Urf adalah
pekerjaan yang berulang-ulang dilakukan oleh suatu individu atau golongan. Para
ulama Malikiyah membagi ‘urf menjadi tiga: pertama, ‘urf yang diambil oleh
semua ulama yaitu ‘urf yang berdasarkan nash. Kedua, ‘urf yang jika diambil
berarti mengambil sesuatu yang dilarang oleh syara’. Ketiga, ‘urf yang dilarang
syara’ dan tidak ditunjuk untuk mengamalkannya.